Klarifikasi Faisal Tanjung Diduga LSM Soal Laporkan Guru SMAN 1 Luwu Utara, Malah Dihujat

Klarifikasi Faisal Tanjung Diduga LSM Soal Laporkan Guru SMAN 1 Luwu Utara, Malah Dihujat

Klarifikasi Faisal Tanjung Mengenai Laporan Guru SMAN 1 Luwu Utara

Faisal Tanjung, seorang aktivis LSM di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, kini menjadi sorotan setelah melaporkan dua guru SMAN 1 Luwu Utara terkait dugaan pungutan liar. Laporan tersebut berujung pada hukuman penjara selama delapan tahun dan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) bagi kedua guru tersebut. Namun, klarifikasi yang diberikan Faisal melalui media sosial justru memicu reaksi publik yang tidak menyenangkan.

Dalam postingannya di Facebook, Faisal mengungkapkan bahwa ia hanya ingin menyampaikan informasi yang ia ketahui tanpa niat untuk menuduh atau menghakimi. Ia menegaskan bahwa proses hukum dan administratif sepenuhnya dilakukan oleh lembaga berwenang seperti pengadilan dan aparat penegak hukum. Namun, banyak netizen yang menilai bahwa Faisal bertindak kurang berempati dan menjadi pemicu masalah.

Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah Negeri

Isu pungutan uang komite di sekolah negeri terus menjadi perbincangan masyarakat. Dalam kasus ini, iuran komite sebesar Rp20.000 per bulan dihimpun dari orang tua siswa untuk membantu guru honorer yang belum menerima gaji selama beberapa bulan. Namun, praktik ini juga disertai dengan pertanyaan tentang transparansi dan legalitasnya.

Berikut adalah beberapa poin penting yang diungkapkan Faisal dalam klarifikasinya:

  • Selama empat tahun berturut-turut, para orang tua murid diwajibkan membayar iuran komite sebesar Rp30.000-Rp20.000 per bulan. Tidak pernah ada evaluasi terbuka mengenai besaran dana yang telah terkumpul dan bagaimana dana tersebut digunakan.
  • Pada masa pandemi COVID-19, kegiatan belajar mengajar tatap muka dihentikan, namun iuran komite tetap diberlakukan. Hal ini menimbulkan tanda tanya tentang kesesuaian kebijakan dengan kondisi nyata di lapangan.
  • Pemerintah telah memberikan solusi melalui kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Seharusnya, dana tersebut digunakan untuk membayar honor guru non-PNS yang terdaftar dalam sistem Dapodik.
  • Hingga saat ini, belum pernah ada laporan resmi yang menjelaskan secara rinci bagaimana dana komite dikelola. Tidak ada publikasi terbuka mengenai jumlah dana yang terkumpul dan kegiatan yang dibiayai.
  • Jika memang dana komite untuk diberikan kepada guru honorer, seharusnya pembiayaan tersebut berasal dari gaji guru ASN atau dana BOS bagi guru honorer yang terdaftar resmi di Dapodik. Pemungutan dari orang tua siswa tanpa dasar hukum justru dapat dikategorikan sebagai pungutan tidak sah.
  • Legitimasi keputusan pungutan uang komite juga patut dipertanyakan. Keputusan tersebut diambil melalui rapat yang hanya dihadiri sekitar 40% dari total orang tua siswa. Dengan tingkat partisipasi yang rendah, keputusan tersebut tidak dapat dikatakan mewakili aspirasi seluruh orang tua.
  • Praktik pemaksaan terhadap siswa yang belum melunasi iuran, misalnya dengan menahan rapor, merupakan bentuk pelanggaran hak dasar peserta didik. Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip nondiskriminatif dalam sistem pendidikan nasional.
  • Apa yang dilakukan dua guru itu terbentur dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Pasal 3 UU Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.

Tanggapan Publik dan Reaksi Faisal

Unggahan Faisal di Facebook bukannya mendapat pemahaman, tetapi justru diserbu ribuan komentar yang menudingnya kurang berempati. Dalam berbagai balasan komentar, Faisal terlihat menunjukkan ketidaknyamanan atas tudingan tersebut. Ia merasa disudutkan dan mencoba menegaskan bahwa dirinya bukan pihak yang memvonis, memeriksa, ataupun memberhentiakan para guru.

“Yang Vonis Siapa ???? Yang Periksa Siapa ????? Yang Berhentiin Siapa ???? Di hakimi kesedia dia..!!!!” tulis Faisal dalam salah satu komentarnya. Ia menegaskan bahwa proses hukum dan administratif sepenuhnya dilakukan oleh lembaga berwenang, yakni pengadilan, aparat penegak hukum, dan instansi kepegawaian.

Namun, sejumlah warganet tetap menganggap Faisal sebagai pemicu permasalahan. Akun bernama Arzad Idhuan menulis kritik langsung: “Faisal Tanjung yang bikin status siapa kanda?” Faisal membalas: “Oohhgh yang bikin status Begani di hakimi.”

Penjelasan Lebih Lanjut dari Faisal Tanjung

Faisal mengaku sudah dipanggil pihak kepolisian terkait pelaporan Abdul Muis dan Rasnal. Ia membenarkan bahwa laporan itu didasarkan pada laporan seorang siswa yang mengaku ada dugaan pungutan liar di SMAN 1 Luwu Utara. Ia juga menyebut menerima bukti berupa pesan dari salah satu guru yang meminta siswa segera melunasi dana komite sebelum pembagian rapor.

“Ada pesan di grup kelas XII Mipa 1 waktu itu. Gurunya mengingatkan siswa untuk bayar komite sebelum pembagian rapor. Di chat itu seolah-olah pembagian rapor tidak berjalan lancar kalau komite tidak dibayar,” kata Faisal.

Menurut Faisal, ia kemudian mendatangi rumah Abdul Muis untuk meminta penjelasan secara langsung. “Saya datangi Pak Muis untuk menanyakan hal itu. Dia bilang itu sumbangan, bukan pungutan. Saya tanya, kalau sumbangan kenapa dipatok Rp 20.000 per siswa? Dia jawab itu hasil kesepakatan orang tua,” ucapnya.

Faisal mengaku kedatangannya saat itu murni untuk klarifikasi. Namun, ia menilai respons yang diterima justru membuat dirinya merasa “ditantang”. “Saya datang baik-baik, tapi malah dibilang, kalau merasa ada pelanggaran, silakan laporkan. Jadi saya laporkan,” ujarnya.

Faisal juga mempertanyakan tudingan yang berkembang setelah putusan pengadilan dan proses rehabilitasi muncul. “Saya melapor berdasarkan informasi yang saya dapat. Kalau akhirnya dinyatakan bersalah di pengadilan, berarti laporan saya tidak salah. Tapi kenapa saya yang disalahkan?” ujarnya lagi.


0 Response to "Klarifikasi Faisal Tanjung Diduga LSM Soal Laporkan Guru SMAN 1 Luwu Utara, Malah Dihujat"

Posting Komentar