Pendiri Netflix Hanya Kerja Sampai Pukul 5, Mengapa?

JAKARTA, Erfa News
Di tengah perubahan pola kerja pascapandemi Covid-19, isu work-life balance semakin menjadi sorotan dalam dunia ketenagakerjaan. Work life balance adalah keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, di mana seseorang mampu membagi waktu dan energi secara seimbang antara tanggung jawab profesional dan kehidupan pribadi seperti keluarga, hobi, dan istirahat. Keseimbangan ini bukan berarti pembagian waktu harus 50/50, melainkan menemukan kombinasi yang tepat dan seimbang untuk setiap individu agar merasa terpenuhi dan tidak mengorbankan kesehatan fisik maupun mental.

Banyak perusahaan kini mulai menyadari bahwa kesejahteraan karyawan bukan sekadar faktor pendukung, melainkan aset strategis yang memengaruhi produktivitas dan kinerja jangka panjang. Penerapan kebijakan kerja fleksibel, seperti hybrid working dan remote work, menjadi langkah nyata untuk menciptakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Namun, tantangan tetap ada, mulai dari batas waktu kerja yang kabur hingga tekanan digital yang terus meningkat. Untuk mencapai work-life balance yang berkelanjutan, dibutuhkan komitmen bersama antara perusahaan dan pekerja dalam membangun budaya kerja yang sehat, adaptif, dan manusiawi.

Meski demikian, masih ada perdebatan di antara para pemimpin bisnis tentang work-life balance. Namun, bagi salah satu pendiri Netflix, Marc Randolph, setiap Selasa pukul 17.00 alias jam 5 sore, ia keluar kantor, apa pun yang terjadi. “Saya telah bekerja keras, sepanjang karier saya, untuk menyeimbangkan hidup saya dengan pekerjaan saya,” tulis Randolph dalam unggahan lama LinkedIn yang baru-baru ini beredar kembali di media sosial.

“Selama lebih dari 30 tahun, saya selalu mendapat batas waktu yang ketat pada hari Selasa. Hujan atau cerah, saya pulang tepat pukul 17.00 dan menghabiskan malam bersama sahabat saya. Kami akan pergi menonton film, makan malam, atau sekadar melihat-lihat toko di pusat kota bersama," ujar Randolph. Tidak diragukan lagi bahwa menetapkan work-life balance yang ketat bisa jadi sulit bagi para pendiri dan CEO. Tidak jarang mereka perlu menghadiri rapat larut malam dengan klien di zona waktu yang berbeda, atau merasa harus selalu siap siaga jika terjadi keadaan darurat dalam bisnis. Namun, bahkan saat menjabat sebagai CEO raksasa hiburan Netflix selama tujuh tahun, Randolph tetap setia pada pengecualian hari Selasa-nya demi kewarasan.

“Tidak ada yang menghalangi itu,” kata Randolph. “Tidak ada rapat, tidak ada panggilan konferensi, tidak ada pertanyaan atau permintaan di menit-menit terakhir. Jika Anda ingin mengatakan sesuatu kepada saya pada Selasa sore pukul 16.55, sebaiknya Anda mengatakannya dalam perjalanan ke tempat parkir. Jika ada krisis, kita akan menyelesaikannya pada pukul 17.00," ungkap Randolph. “Malam-malam Selasa itu membuat saya tetap waras. Dan itu membuat pekerjaan saya yang lain menjadi lebih bermakna," tuturnya.

Sejumlah CEO memandang tak membatasi kehidupan profesional adalah kunci sukses. Ada banyak CEO yang tidak membatasi kehidupan profesional mereka, bertentangan dengan filosofi kehidupan kerja Randolph. Mereka menganggap hal itu penting untuk meraih kesuksesan. Lucy Guo, salah satu pendiri Scale AI, sering memulai hari kerjanya pukul 05.30 dan akan terus bekerja hingga tengah malam. Di usianya yang baru 30 tahun, ia menjadi miliarder berkat 5 persen sahamnya di perusahaan AI senilai 29 miliar dollar AS. Guo mungkin tidak akan mencapai puncak kariernya jika bukan karena etos kerjanya yang tinggi.

“Saya mungkin tidak memiliki work-life balance,” ujar Guo kepada Fortune awal tahun ini. Ia menambahkan bahwa mereka yang mengejar work-life balance mungkin berada di pekerjaan yang salah. “Bagi saya, bekerja tidak terasa seperti bekerja. Saya suka melakukan pekerjaan saya. Saya akan mengatakan bahwa jika Anda merasa perlu menyeimbangkan kerja-kehidupan, mungkin Anda tidak berada di pekerjaan yang tepat," ucap Guo. Andrew Feldman, salah satu pendiri dan CEO perusahaan chip AI Cerebras dengan kapitalisasi pasar 8,1 miliar dollar AS, mengatakan mungkin saja para pekerja memiliki "kehidupan yang hebat" dengan bekerja pukul 9 pagi dan pulang pukul 5 sore. Namun, jika mereka ingin meluncurkan perusahaan unicorn atau produk yang mendefinisikan generasi berikutnya, mereka tidak akan bisa berkembang pesat dengan jadwal kerja tradisional.

“Gagasan bahwa entah bagaimana Anda bisa mencapai kehebatan, Anda bisa membangun sesuatu yang luar biasa dengan bekerja 38 jam seminggu dan memiliki keseimbangan kehidupan kerja, itu sungguh luar biasa bagi saya,” kata Feldman di podcast 20VC. “Itu tidak berlaku dalam aspek kehidupan apa pun,” sebut dia. “Jalan untuk membangun sesuatu yang baru dari nol, dan menjadikannya hebat, bukanlah kerja paruh waktu, bukan 30, 40, 50 jam seminggu, melainkan setiap menit dalam keadaan terjaga. Dan tentu saja, ada biayanya,” jelas Feldman.

Alasan untuk menetapkan batasan work-life balance
Bekerja dengan sangat cepat tanpa istirahat telah menjadi lambang kehormatan bagi para CEO. Namun demikian, sejumlah CEO pun memperingatkan agar tidak terlalu keras bekerja. CEO JP Morgan Jamie Dimon mendorong generasi pemimpin bisnis yang sedang naik daun untuk melepaskan diri dari pekerjaan demi hubungan dan kesejahteraan mereka. “Anda perlu memiliki keseimbangan kehidupan kerja,” kata Dimon kepada para mahasiswa di Psaros Center for Financial Markets and Policy, Georgetown University, AS. “Yang kami sampaikan kepada karyawan kami di JPMorgan adalah Anda harus menjaga pikiran, tubuh, jiwa, dan teman-teman Anda, kesehatan Anda. Anda benar-benar harus melakukannya,” terang Dimon. Sementara itu, CEO Whole Foods Jason Buechel juga tidak mau bekerja terlalu keras di posisi puncaknya. Meskipun sering bepergian untuk urusan bisnis dan menghadiri minimal 10 rapat per hari, ia menghabiskan alokasi cutinya setiap tahun. Ia juga telah membuat perubahan di dalam perusahaan untuk memastikan semua karyawan jaringan toko swalayan senilai 13,7 miliar dollar AS ini mengambil cuti mereka dengan membatasi jumlah jam cuti yang dapat disisihkan. Buechel mengatakan kepada Fortune bahwa hal itu benar-benar memaksa orang untuk memastikan mereka mengambil cuti tahunan dan pada akhirnya memiliki work-life balance yang baik. “Saya pikir penting bagi saya untuk membantu memberikan contoh itu,” jelas dia.

Cara mewujudkan work-life balance
Ada beberapa cara mencapai work-life balance yang dapat Anda lakukan, yakni sebagai berikut:

  1. Tetapkan batasan yang jelas
  2. Tentukan jam kerja tetap: Usahakan untuk memulai dan mengakhiri pekerjaan pada waktu yang sama setiap hari. Hindari memeriksa e-mail atau pesan terkait pekerjaan di luar jam yang telah ditentukan.
  3. Ciptakan ruang kerja khusus: Jika Anda kerja fleksibel, pisahkan area kerja Anda dari ruang santai di rumah. Ini membantu otak Anda membedakan antara waktu bekerja dan waktu pribadi.
  4. Belajar berkata "tidak": Tolak pekerjaan tambahan atau permintaan yang di luar kapasitas Anda secara sopan jika memang sudah melebihi batas, untuk mencegah kelelahan (burnout).

  5. Kelola waktu dengan efektif

  6. Buat prioritas: Fokus pada tugas-tugas yang paling penting dan mendesak. Gunakan teknik manajemen waktu seperti membuat daftar tugas (to-do list) atau menggunakan kalender untuk mengatur jadwal harian.
  7. Tingkatkan efisiensi kerja: Cari cara untuk menyelesaikan tugas lebih cepat dan tepat, misalnya dengan menghilangkan distraksi saat bekerja atau menentukan tujuan yang realistis.
  8. Manfaatkan teknologi: Gunakan aplikasi atau alat digital untuk membantu mengelola tugas, komunikasi, dan jadwal, namun tetap batasi penggunaannya agar tidak mengganggu waktu istirahat.

  9. Prioritaskan kesehatan fisik dan mental

  10. Istirahat yang cukup: Pastikan Anda mendapatkan tidur yang berkualitas dan beristirahat saat merasa lelah. Mengambil cuti atau libur juga merupakan strategi efektif untuk memulihkan diri dari stres pekerjaan.
  11. Berolahraga secara teratur: Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan energi. Sempatkan waktu untuk berolahraga, meskipun hanya sebentar.
  12. Jaga asupan makanan dan minum air: Pola makan sehat sangat penting untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

  13. Luangkan waktu untuk kehidupan pribadi

  14. Jalin hubungan sosial yang baik: Berikan waktu yang cukup untuk keluarga, teman, dan orang-orang terdekat. Hubungan yang baik dapat meningkatkan kebahagiaan dan menjauhkan pikiran negatif.
  15. Tekuni hobi dan minat pribadi: Lakukan aktivitas yang Anda nikmati di luar pekerjaan, seperti membaca, memasak, berkebun, atau melukis. Ini adalah bentuk self-reward yang penting untuk kesehatan mental.
  16. Lakukan refleksi diri: Luangkan waktu sejenak setiap hari untuk menuangkan pikiran atau bermeditasi, yang dapat membantu melatih relaksasi dan mengelola stres.

  17. Jangan ragu meminta bantuan

  18. Minta bantuan rekan kerja: Jika beban kerja menumpuk, komunikasikan dengan atasan atau rekan kerja untuk mendelegasikan tugas atau meminta bantuan.
  19. Dukungan atasan dan perusahaan: Adanya dukungan dari atasan dan kebijakan perusahaan yang fleksibel (seperti fleksibilitas jadwal) sangat memengaruhi kemampuan individu dalam mencapai keseimbangan.

Mewujudkan work life balance adalah sebuah proses yang berkelanjutan dan membutuhkan penyesuaian pola pikir serta kebiasaan sehari-hari. Setiap orang memiliki ritme yang berbeda, jadi temukan pendekatan yang paling sesuai untuk Anda. Pada akhirnya, work-life balance bukan sekadar tren gaya hidup modern, melainkan investasi jangka panjang bagi dunia kerja yang lebih berkelanjutan. Ketika perusahaan maupun pimpinannya mampu menciptakan ekosistem kerja yang memperhatikan kesejahteraan mental dan sosial karyawannya, maka produktivitas dan loyalitas pun akan tumbuh secara alami. Di tengah dinamika ekonomi yang semakin kompetitif, keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi kunci agar karyawan dapat tetap sehat, kreatif, dan berdaya saing tinggi di pasar global.

0 Response to "Pendiri Netflix Hanya Kerja Sampai Pukul 5, Mengapa?"

Posting Komentar